Informasi Elektronik Menjadi Alat Bukti Yang Sah Dalam Pembuktian PidanaPasal 184 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa alat bukti yang sah dalam perkara pidana adalah keterangan, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Lantas dimana posisi rekaman sebagai salah satu bentuk informasi elektronik sebagai alat bukti dalam kasus pidana? Informasi atau dokumen yang baru diundangkannya UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 20/2001). UU No. 20/2001 tentang barang bukti yang disimpan secara elektronik juga bisa dijadikan alat bukti yang sah dalam kasus tindak pidana korupsi. Selain dalam UU No. 20/2001, informasi elektronik sebagai alat bukti juga di dalam Pasal 38 huruf b UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No.15 / 2002), dan Pasal 27 huruf b UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU No. 15/2003).Disukai UU No. 20/2001, UU No. 15/2002 dan UU No. 15/2003 telah ditempa legalitas informasi elektronik sebagai alat bukti, akankah keberlakuannya masih terbatas pada tindak pidana dalam penyelesaian korupsi, pencucian uang dan terorisme saja.Dasar hukum penggunaan informasi / dokumen elektronik sebagai alat bukti di pengadilan menjadi semakin jelas setelah diundangkannya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11/2008). UU No. 11/2008 lebih memberikan kepastian hukum dan pembagian keberlakuannya lebih luas, tidak terbatas pada tindak pidana korupsi, pencucian uang dan terorisme saja. Selain informasi / dokumen elektronik sebagai alat bukti, UU No. 11 tahun 2008 juga berhasil mencetak (hasil cetak) sebagai alat bukti hukum yang sah. dalam ayat 5 ayat (1) UU No. 11 tahun 2008 yang menyebutkan; Informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik dan / atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Pasal 1 ayat (1) UU No.11 / 2008: "Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk, tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, main, foto, electronic data interchange (EDJ), surat elektronik (surat elektronik), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang sudah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya ".Pasal 5 ayat (1 ) UU No.11 / 2008: " Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik dan / atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah ".B. Intersepsi atau Penyadapan Tanpa Permintaan Dari Penegak Hukum Diancam PidanaIntersepsi atau Penyadapan menurut UU ITE adalah kegiatan untuk mendegarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan / atau informasi elektronik dan / atau dokumen Elektronik yang tidak penting publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi mapun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. Tujuannya di dalam UU No. 11/2008 dikecualikan dalam kerangka penegakkan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan / atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.Pasal 31 Jo. Pasal 47 UU No. 11/2008 pembatasan dengan orang yang melakukan intersepsi atau penyadapan tanpa ada permintaan kepolisian, kejaksaan dan / atau institusi penegak hukum lainnya yang menetapkan Undang-undang, seperti KPK.Pasal 31:(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau bertentangan . Informasi dan / atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan / atau Sistem Elektronik tertentu.(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik yang tidak penting dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan / atau Sistem Elektronik milik orang lain, baik yang tidak Perubahan apa pun yang memang terjadi perubahan, penghilangan, dan / atau penghentian Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.(3). (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan / atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.Pasal 47:Setiap orang yang memenuhi unsur dalam suatu pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).Penyadapan harus dengan cara yang sah, jika didapat melalui cara-cara yang tidak sah maka tidak dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah pula, bahkan pelakunya dapat diancam pidana ( unlawful legal evidence ). Penyadapan oleh penegak hukum dalam hal ini kejaksaan dan kepolisian diperbolehkan dengan syarat adanya ijin dari lembaga pengadilan sebagaimana telah dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 20 / PUU-XIII / 2015 atas permohonan mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto.
We appreciate you contacting us. Our support will get back in touch with you soon!
Have a great day!
Please note that your query will be processed only if we find it relevant. Rest all requests will be ignored. If you need help with the website, please login to your dashboard and connect to support