LBH WAJI HAS

KORUPSI DI KESEHATAN YANG MERUGIKAN KEUANGAN NEGARASejak berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), potensi fraud (curang) dalam layanan kesehatan semakin kelihatan di Indonesia. Potensi ini muncul dan dapat menjadi semakin meluas karena adanya tekanan dari sistem pembiayaan yang baru berlaku di Indonesia, adanya kesempatan karena minim pengawasan, serta ada pembenaran saat melakukan tindakan ini. Korupsi merupakan bagian dari fraud.Dalam banyak kasus, kecurangan dalam layanan kesehatan terjadi karena :Tenaga medis bergaji rendah,Adanya ketidakseimbangan antara sistem layanan kesehatan dan beban layanan kesehatan,Penyedia layanan tidak memberi insentif yang memadaiKekurangan pasokan peralatan medisInefisiensi dalam sistemKurangnya transparansi dalam fasilitas kesehatan, danFaktor budaya (Shahriari, 2001).“Ketidaknyamanan” dalam sistem kesehatan ini menyebabkan berbagai pihak berupaya untuk ‘bertahan hidup’ selama berpartisipasi dalam program JKN. Dokter maupun rumah sakit melakukan langkah untuk menutupi kekurangan mereka atau paling tidak memang bertujuan mencari keuntungan meskipun dari sesuatu yang illegal (Lerberghe et al. 2002). Mekanisme ini hadir ketika sistem pengawasan lemah dan tidak mampu menutupi peluang oknum untuk melakukan kecurangan.Dalam bidang kesehatan terdapat tujuh potensi pelaku kecurangan yang disebut dalam Permenkes No. 36 tahun 2015, baik dari peserta JKN, fasilitas kesehatan, tenaga medis dan tenaga kesehatan, petugas BPJS Kesehatan, pemberi kerja, penyedia obat/alat kesehatan, dan regulator/pemangku kepentingan. Uniknya masing-masing aktor ini dapat bekerjasama dalam aksi curang atau saling mencurangi satu sama lain.CURANG UNTUK CARI UNTUNG DAN MERUGIKAN NEGARAKecurangan dalam bidang kesehatan terbukti menimbulkan kerugian finansial negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Data tren korupsi 2018 menunjukkan bahwa sektor kesehatan masuk ke dalam 10 sektor korupsi terbesar di Indonesia. Dari sebanyak 21 kasus, kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi di sektor kesehatan adalah sebesar 56 miliar rupiah!Banyak aktor yang berpotensi terlibat dalam terjadinya kecurangan di layanan kesehatan. Di Indonesia, aktor-aktor potensial fraud adalah peserta JKN itu sendiri, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, dan/atau penyedia obat dan alat kesehatan.Salah satu kasus sebelumnya yang dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan ialah Rumah Sakit melakukan penagihan ke pihak penyelenggara JKN dari suatu tagihan yang tidak ada pelayanannya (Phantom Billing). Berarti si Rumah Sakit tersebut secara sengaja sudah mengkorup keuangan negara untuk membayarkan klaim tagihan palsu! Ckckck…. Teganya! Padahal masih banyak pasien lain yang membutuhkanContoh kasus kecurangan lain yakni saat pasien dengan patah tulang memerlukan pemasangan tiga buah pen. Namun Dokter memilih melakukan pemasangan dua pen pada rawat inap pertama, dan pen lain dipasang di kemudian hari pada periode perawatan berikutnya. Padahal, secara medis sebenarnya tidak dilarang pemasangan semuanya dalam satu waktu. Dari cerita tsb si Dokter telah melakukan pelayanan tidak langsung secara keseluruhan tapi dibuat beberapa kali pelayanan (service unbundling/ fragmentation), sehingga biaya pelayanan jadi lebih tinggi. Dia secara sengaja melakukan kecurangan untuk keuntungan finansial pihak tertentu dan tidak sesuai ketentuan. Ya ampun!GRATIFIKASI ITU JUGA KORUPSI, LHO!Praktik penerimaan dan pemberian hadiah dalam konteks sosial dan adat istiadat sebenarnya merupakan hal wajar di Indonesia. Namun, jika terdapat kepentingan lain pemberian tersebut, maka pemberian tersebut tidak lagi netral. Dalam konteks tersebut, pemberi mengharapkan keuntungan dengan berharap penerima melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewenangannya demi kepentingan si pemberi. Hal itu yang disebut sebagai gratifikasi yang dianggap suap, yakni gratifikasi yang terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerimaSalah satu kasus gratifikasi adalah di antrian Fasilitas Kesehatan. Contoh kasus yakni pengujung baru datang dan memberikan uang pelicin ke petugas sehingga dia bisa langsung dapat pelayanan tanpa mengantri. Yang perlu diperhatikan adalah si pemberi telah sengaja memberi gratifikasi kepada petugas pelayanan agar mendahulukan si pemberi. Berarti petugas pelayanan telah melakukan hal yang bertentangan dengan kewajibannya.Tidak cuma terkait antrian, potensi gratifikasi juga bisa muncul saat pelayanan. Contoh kasusnya pasien memberi Gratifikasi dengan harapan dapat melakukan kerja sama dengan Mantri untuk mengajukan klaim palsu. Hal ini berpotensi membuat Mantri menyalahgunakan wewenangnya dan berlawanan dengan tugasnya. Sudah memberi gratifikasi, dia curang pula! Ckckck…Gratifikasi yang dianggap suap ini bisa dikenai pidana, lho. Pidana penjara 4-20 tahun, dengan denda 200 juta rupiah – 1 miliar rupiah.LALU APA YANG BISA DILAKUKAN?Kalian bisa diskusi di JAGA. KPK bisa bantu mencari solusi dan menjadi wadah diskusi hal tersebut ke pihak berwenang (fasilitas kesehatan, Dinas Kesehatan, expert, atau bahkan Kementerian Kesehatan)Membentuk forum untuk coba mendiskusikan hal ini, jika kamu bisa membuktikan unsur penyelewengan.

Tags

WhatsApp Google Map

Safety and Abuse Reporting

Thanks for being awesome!

We appreciate you contacting us. Our support will get back in touch with you soon!

Have a great day!

Are you sure you want to report abuse against this website?

Please note that your query will be processed only if we find it relevant. Rest all requests will be ignored. If you need help with the website, please login to your dashboard and connect to support