Perkembangan teknologi informasi melalui internet telah menambah sistem jual beli di masyarakat yang selama ini hanya mengenal sistem jual beli konvensional dimana penjual dan pembeli saling bertemu langsung dengan objek jual beli yang nyata serta melalui pembayaran cash / secara tunai. Namun dengan semakin mudah dan murahnya akses internet serta didukung banyaknya situs jual beli online sehingga transaksi elektronik semakin diminati oleh masyarakat dengan segala kemudahannya.Namun hal ini turut berdampak negatif dimana pembeli dalam transaksi elektronik selaku konsumen menjadi rentan mengalami kerugian materiil baik melalui penipuan ataupun pembeli yang menerima spesifikasi barang yang tidak sesuai dengan yang dideskripsikan penjual. Hal ini tidak terlepas sebagai akibat tidak saling bertemunya secara fisik antara penjual dan pembeli sehingga faktor kepercayaan (trust) sangat diperlukan, sehingga masyarakat selaku konsumen/pembeli dalam bertransaksi melalui media elektronik ini harus mendapat perlindungan dan jaminan dari negara agar masyarakat memiliki kenyamanan dalam bertransaksi.Perlindungan hukum terhadap konsumen secara umum telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dimana dinyatakan diantaranya bahwa konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; berhak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; dan berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan barang dan/atau jasa; dan di sisi lain, kewajiban bagi pelaku usaha diantaranya adalah memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.Sebagai payung hukum dan perlindungan bagi konsumen, UU Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha untuk memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa. Sehingga ketidaksesuaian spesifikasi barang antara yang diterima konsumen dengan barang tertera dalam iklan ataupun penawaran barang merupakan suatu bentuk pelanggaran/larangan bagi pelaku usaha sehingga konsumen berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Terhadap pelanggaran hak konsumen menurut UU ini dapat dikenakan sanksi baik sanksi administratif, perdata maupun pidana.Terkait dengan transaksi elektronik UU telah mengaturnya dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik beserta perubahannya, serta Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang menyatakan bahwa para pihak yang melakukan transaksi elektronik wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik selama transaksi berlangsung; dan transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak (dalam hal ini penjual dan pembeli/konsumen); serta dalam transaksi elektronik pihak bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik, baik secara sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui agen elektronik.Transaksi elektronik melalui jual beli online tetap diakui sebagai transaksi elektronik yang dapat dipertanggungjawabkan. Persetujuan konsumen untuk membeli barang secara online dengan cara melakukan klik persetujuan pembelian atas suatu transaksi merupakan bentuk tindakan penerimaan yang menyatakan persetujuan dalam kesepakatan pada transaksi elektronik, hal ini dapat diartikan telah terjadi kesepakatan dalam perjanjian antara para pihak (penjual dan pembeli online). Tindakan penerimaan tersebut biasanya didahului pernyataan persetujuan atas syarat dan ketentuan jual beli yang ditentukan.Terkait dengan perlindungan konsumen, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik menegaskan bahwa Pelaku Usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik wajib menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. dan Pelaku Usaha wajib memberikan kejelasan informasi tentang penawaran kontrak atau iklan. Sehingga apabila konsumen tidak menerima sesuai dengan yang diperjanjikan maka Pelaku Usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian atau terdapat cacat tersembunyi. Selain itu apabila ternyata barang yang diterima tidak sesuai dengan penawarannya pada iklan online tersebut maka konsumen berhak dan dapat menggugat Pelaku Usaha (dalam hal ini adalah penjual) secara perdata dengan dalih terjadinya wanpretasi atas transaksi jual beli yang telah dilakukan.Dalam hal Perlindungan hukum konsumen terhadap pidana penipuan dalam transaksi jual beli secara online, pada dasarnya jual beli secara konvensional maupun online adalah sama, yang membedakan hanyalah dalam sarana yang digunakan dalam hal ini adalah penggunaan internet sehingga pelaku pidana tetap dapat dijerat dengan pasal tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam KUHP. Namun hal ini tentu tidaklah mudah dibuktikan disebabkan dalam transaksi jual beli secara online sangat memungkinkan bagi setiap orang baik penjual maupun pembeli untuk menyamarkan atau memalsukan identitas dalam setiap transaksi maupun perjanjian jual beli. Dalam hal pelaku usaha atau penjual ternyata menggunakan identitas palsu atau melakukan tipu muslihat dalam jual beli online, maka pelaku usaha dapat dipidana berdasarkan KUHP dan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, mengenai dengan sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Akhirnya dapat kami sarankan bahwa walaupun perlindungan konsumen atas transaksi elektronik telah dijamin dan diatur dalam Undang-undang sebagaimana dijelaskan diatas namun Prinsip Kehati-hatian dalam bertransaksi haruslah dikedepankan agar dapat memininalisir dampak kerugian yang mungkin timbul dikemudian hari. Dengan demikian, konsumen harus lebih selektif lagi dalam melakukan transaksi secara online dan mengedepankan aspek keamanan transaksi sebagai pertimbangan utama selain hanya faktor kepercayaan (trust), dengan memperhatikan kebenaran identitas penjual/pembeli maupun faktor keamanan jalur pembayaran (payment gateway).
We appreciate you contacting us. Our support will get back in touch with you soon!
Have a great day!
Please note that your query will be processed only if we find it relevant. Rest all requests will be ignored. If you need help with the website, please login to your dashboard and connect to support